TANDA DUKUNGAN: SELAMATKAN PETANI DAN GENERASI MASA DEPAN INDONESIA DARI ENERGI KOTOR BATUBARA YANG DIDUKUNG JEPANG!!

Untuk tanda dukungan sebagai individu (via Change.org)
Untuk tanda dukungan sebagai organisasi

Batas akhir ke-1 : 11 November 2020
  –> Laporan yang kirimkan petisi (Tanda dukungan sebagai individu 1218 dan sebagai organisasi 107 dari 34 Negara)
Batas akhir ke-2 : 31 Maret 2021
  –> Laporan yang kirimkan petisi (Tanda dukungan sebagai individu 8221 dari 114 Negara dan sebagai organisasi 112 dari 34 Negara)

Batas akhir ke-3 : 6 Oktober 2021
  –> Laporan yang kirimkan petisi (Tanda dukungan sebagai individu 10860 dari 114 Negara dan sebagai organisasi 114 dari 34 Negara)

Batas akhir ke-4 : 30 Juni 2022

Pemerintah Jepang dan Jepang International Cooperation Agency ( JICA ) mengatakan akan mempertimbangkan penyediaan pinjaman JICA terhadap konstruksi PLTU batu bara Indramayu 2 ( 1000 MW ) di Jawa Barat, jikalau pemerintah Indonesia mengajukan hutang untuk proyek tersebut. Dan itu bisa terjadi pada awal 2021 bersamaan dengan rencana pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konstruksi itu pada tahun 2026.

Asistensi Jepang ini akan mencerabut mata pencaharian para petani, diantaranya petani ladang padi dan sayuran. Hilangnya lahan garapan berarti kematian bagi para buruh tani. Mereka juga khawatir akan menurunnya kesehatan karena pengalaman mereka akan polusi udara akibat dari PLTU yang sudah ada sebelumnya. Sehingga para petani memperjuangkan lingkungan hidup mereka sejak lebih dari 4 tahun melalui cara-cara aksi damai dan gugatan hukum. Bahkan di tengah ancaman, kekerasan dan kriminalisasi oleh pihak yang berkentingan.

Proyek PLTU batu bara Indramayu 2 ini juga menunukan sebuah beban yang tak masuk akal atas infrastruktur yang tidak perlu dan aset yang terlantar khususnya bagi generasi yang akan datang di tengah krisis iklim global bersamaan dengan kelebihan pasokan listrik di pulau Jawa.

Mohon tanda tangani petisi permintaan kepada Pemerintah Jepang dan JICA untuk tidak memberikan dukungan terhadap proyek PLTU Indramayu 2 di Indonesia.


Mr. KISHIDA Fumio, Perdana Menteri
Mr. HAYASHI Yoshimasa, Menteri Luar Negeri
Mr. TANAKA Akihiko, Presiden, Japan International Cooperation Agency (JICA)

Hal : Pemerintah Jepang Seharusnya Tidak Mendukung Proyek Perluasan PLTU Batu Bara Indramayu di Jawa Barat, Indonesia

Kami menulis untuk menyerukan kepada Pemerintah Jepang dan Japan International Cooperatian Agency ( JICA ) agar tidak memberikan dukungan terhadap perluasan PLTU batu bara Indramayu ( 1000 MW ) di Jawa Barat, Indonseia. [1] Komunitas lokal [2] begitu juga masyarakat internasional [3] sebelumnya telah mengangkat kekhawatiran dan ketidaksepakatan besar terhadap Proyek ini. [4] Ada 6 alasan utama mengapa PLTU ini tidak harus dibangun, yaitu ;

(1) Proyek ini akan mencerabut dan atau berdampak buruk pada mata pencaharian ribuan petani setempat dan nelayan pinggiran pantai karena akan dibangun di hamparan tanah pertanian dan kawasan mencari ikan. [5] Para penggarap lahan dan buruh tani harian telah sejak lama hidup tenang sejak turun temurun mengolah padi dan menanam beragam sayuran serta buah sepanjang tahun. Sementara nelayan pinggiran menangkap udang “ rebon” pada saat musimnya tiba. Program kewajiban kompensasi dan pemulihan mata pencaharian, seperti beternak dan pelatihan keahlian, itu pun jika ada, tidak cukup untuk memulihkan mata pencaharian dan bukanlah solusi yang tepat [6];

(2) Proyek ini akan memberikan risiko buruk yang besar terhadap kesehatan warga [7] sebab PLTU akan menebar kadungan gas yang membahayakan, termasuk Sox, Nox dan PM2.5. Selain tidak digunakannya teknologi terbaik untuk pencegahan polusi udara sebagaimana yang diterapkan oleh pembangkit listrik di hampir semua PLTU batu bara di Jepang [8];

(3) Proyrk ini telah gagal dalam memastikan konsultasi publik dan keterbukaan informasi kepada petani dan nelayan setempat. Mereka merupakan warga yang terkena dampak buruk langsung dari proyek karena tidak dilibatkan dalam beberapa konsultasi publik dan persiapan penyusunan laporan. [9] Selain itu juga, tidak ada keterlibatan dari buruh tani terdampak dalam penyusunan Rencana Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali (Land Acquisition and Resettlement Action Plan/LARAP). [10] Proses yang cacat tersebut adalah pelanggaran terhadap hukum di Indonesia [11] [12];

(4) Proyek ini telah menghasilkan pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia dan mencederai kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum bagi warga setempat. Beberapa buruh tani yang menyuarakan pendapatnya tidak bersepakat dengan proyek menjadi korban kriminalisasi dan atau dituduh bersalah hingga dipenjara selama 5 sampai 6 bulan. [13] Pemerintah Indonesia gagal melindungi para petani dan atau para pejuang lingkungan berdasarkan aturan hukum di Indonesia sendiri [14] [15];

(5) Proyek ini tidak dibutuhkan bagi jaringan Jawa-Bali di mana saat ini kondisinya telah mengalami kelebihan pasokan listrik. Bahkan rencana pemerintah Indonesia [16] mengindikasikan batas cadangan dari jaringan akan sebesar 30 sampai 45% hingga tahun 2028. Melihat dampak ekonomi akibat dari COVID-19 permintaan listrik juga akan melemah. Jikan proyek ini dengan pinjaman dari JICA, PLN atau Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk melunasi hutang selama beberapa dekade untuk pembangkit yang tidak diperlukan. Yang artinya menjadi beban yang tidak masuk akal bagi generasi selanjutnya;

(6) Proyek ini akan menjadi aset yang terlantar [17] sebab menjadi tidak penting bahkan bagi negara berkembang sekalipun yang mempunyai target untuk berhenti penuh dari PLTU batu bara pada 2040 dalam rangka memenuhi komitmen target tujuan jangka panjang. [18] Sangat jelas PLTU yang bahkan berteknologi efisien atau ultra-super critical (USC) sekali pun tidak konsisten dengan tujuan Perjanjian Paris [19] dan seharusnya tidak digunakan untuk mengatasi krisis iklim dan dalam membuat transisi ke arah masyarakat rendah karbon yang dapat dipercaya. Juga bila proyek ini tetap dipaksakan dengan pinjaman JICA lagi-lagi PLN atau Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk melunasi hutang selama beberapa dekade. Yang artinya menjadi beban yang tidak masuk akal bagi generasi selanjutnya.

Proyek ini seharusnya tidak dipaksakan dengan korban biaya lingkungan hidup dan kehidupan warga, pilihan dan kesempatan generasi selanjutnya serta iklim global. Selain itu juga, proyek ini tidak memenuhi dan konsisten dengan kebijakan pemerintah Jepang dan pedoman Lingungan Hidup dan Sosial JICA, seperti yang dijelaskan pada catatan kaki.

Kami meminta secara tegas kepada Pemerintah Jepang dan JICA membuat keputusan untuk tidak membiayai proyek PLTU Indramayu demi masyarakat Indramayu dan generasi yang akan datang di seluruh dunia, begitu juga di Indonesia sendiri.

Cc: Mr. SUZUKI Shunichi, Menteri Keuangan
Mr. HAGIUDA Koichi, Menteri Ekonomi,Perdagangan dan Industri
Mr. YAMAGUCHI Tsuyoshi, Menteri Lingkungan Hidup/
Mr. MATSUNO Hirokazu, Kepala Sekretaris Kabinet
Mr. ODAWARA Kiyoshi, Pejabat Negara Untuk Hubungan Luar Negeri
Ms. SUZUKI Takako, Pejabat Negara Untuk Hubungan Luar Negeri
Mr. OKAMOTO Mitsunari, Pejabat Negara untuk Urusan Keuangan
Mr. OIE Satoshi, Pejabat Negara untuk Urusan Keuangan
Mr. HOSODA Kenichi, Pejabat Negara untuk Ekonomi, Perdagangan dan Industri
Mr. ISHII Masahiro, Pejabat Negara untuk Ekonomi, Perdagangan dan Industri
Mr. OOKA Toshitaka, Pejabat Negara urusan Lingkugngan Hidup
Mr. MUTAI Shunsuke, Pejabat Negara urusan Lingkugngan Hidup
Mr. KANASUGI Kenji, Duta Besar Jepang untuk Indonesia

PENANDATANGAN :
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI – Friends of the Earth Indonesia)
WALHI West Java
Friends of the Earth Japan
350.org Japan
Japan Center for a Sustainable Environment and Society (JACSES)
Kiko Network, Japan
Mekong Watch, Japan

Contact:
Friends of the Earth Japan
 1-21-9, Komone, Itabashi, Tokyo, 173-0037
Tel: 03-6909-5983 Fax: 03-6909-5986